aqu

RESENSI NOVEL "RUMAH FOSIL"


Corrin Nona Matahari


Judul : Rumah Fosil
Pengarang : Azzura Dayana
Penerbit : Gema Insan, Jakarta,Cetakan, Oktober 2005
Tebal : 180 Halaman
Harga : Rp 10.000,00




Novel bejudul rumah fosil ini, dikarang oleh Azzura Dayana yang memiliki nama asli Yana Mariana. Ia lahir pada 17 Maret 1983. Ia telah membiasakan diri menulis dongeng anak-anak sejak duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar. Kegemarannya menulis sempat terhenti ketika SMP dan SMA. Pada November 2000 ia ikut serta dalam terlahirnya FLP (Forum Lingkar Pena) wilayah Sumatra Selatan. Pada tahun 2003, penyuka warna biru ini berhasil memenangkan juara ke tiga Sayembara Penulisan Novel Remaja tingkat nasional Gema Insan dengan novel remaja berjudul Alabaster yang mengambil setting di Canberra dan Adeliade, Ausatralia.
Novel ini mengambil tema tentang kehidupan remaja yang Islami. Novel dibuka dengan masalah utama. Farah, seorang gadis kelas II SMA yang cinta kemoderenan harus pundah ke rumah bekas Belanda kerena rumahnya yang lama telah dijual. ” Apa? Pindah ke rumah kuno yang kayak rumah tikus itu? Amit-amit, Papa mau Farah berubah jadi Mickey Mouse?” Farah membelalakkan matanya ketika Papa dan Mama mamutuskan untuk membeli rumah peninggalan Belanda itu empat hari yang lalu.” (hlm. 14).
Penulis menggambarkan betapa sulitnya seorang yang memiliki sifat konyol berusaha untuk serius. Farah berusaha dengan keras untuk dapat keluar dari rumah fosil tersebut. Ia mencari kristal hati yang membawa kebahagiaan, menungu bintang jatuh, dan kursus serius pada Bu Andromeda guru Bahasa Inggris Farah yang baru.
Dalam novel ini penulis menceritakan tentang pengungkapan misteri rumah fosil. Farah penemuan sebuah buku harian pemilik rumah fosil tersebut yang berisi tentang persahabatan antara Corrin seorang nona Belanda dan Hayati seorang pribumi yang ingin bersekolah. Mereka berdua berusaha agar Hayati dapat melanjutkan sekolahnya. Hayati menjuluki Corrin sebagai Nona Matahari. ”Selama ini aku belajar sendiri untuk diriku sendiri. Aku ingin mengamalkan ilmu yang kumiliki, membagi dengan lainnya. Bagitu orang cerdas dan memiliki banyak ilmu dalam dirinya, dia bagaikan matahari, cerah. Makanya kau kukatakan seperti matahari. Tapi jika ilmu itu hanya dipendam saja, tidak diamalkan, dan disebarkan, maka ia akan menjadi sebuah bintang biasa. Lama kelamaan, ilmu yang terpendam itu akan berkurang dengan sedirinya, terlupakan, lalu hilang. Maka dia itu ibarat sebuah bintang jatuh. Bintang jatuh ke bumi, lalu mati dan tidak bersinar lagi.”(hlm. 98). Sedangkan Corrin menjuluki Hayati sebagai Nona Kincir Angin. ”Kalau dia menyebutku matahari, maka ia kukatakan kincir angin. Ya, kincir angin di atas tanah polder yang tak henti berputar, bergerak. Sebab jika tak ada lagi aliran angin—getran naluri sanubarinya—maka hidup ini, dunia ini akan mati. Ia ”kincir angin” kecil yang kokoh, yang selalu bercita-cita menjadikan ”tanah” negerinya ”rata” dan ”gembur”. (hlm. 154).
Layaknya novel remaja, novel ini juga menceritakan tentang kisah cinta antara Farah dan penggemar rahasianya yang bernama Revaldo. Revaldo sering mengiriminya surat. ” Aku cinta kamu, Farah. Cintaku sedalam Atlantik, segede kapal Titanic. Kalau kamu nggak percaya, lebih baik aku nekat bunuh diri di sungai Musi dan arwahku akan gentayangan ke rumahmu tiap malam minggu! R.” (hlm. 44).
Tema Islami yang diangkat penulis tergambar saat Farah menolak Revaldo. “ Kamu mungkin belum tahu, dalam hidup ini gue punya pendirian. Begini-begini, gue tetap seorang muslimah yang harus menjaga nama baik. Dan menurutku, pacaran bukanlah sebuah tindakan yang baik. Kalau gue nekat pacaran juga, itu berarti gue akan merusak citra muslimah sedunia! Berarti gue egois! Apalagi, masa depan hubungan yang namanya pacaran itu tak pernah jelas manfaat dan tujuannya. Gue minta lu ngerti.” (hlm. 119).
Kesan dramatis terlihat pada ending-nya. Ketiak Farah sakit, Papa memberitahukan bahwa ia akan menjual rumah fosil kepada Bu Andromeda yang ternyata cicit Nona Matahari. Mendengar berita itu, Farah justru sedih. Ia menceritakan semua usahanya dan perasaannya sekarang, yang seharusnya bahagia tetapi justru sedih. Akhirnya Papa membatalkan perjanjian jual beli yang akan ditandatangani esok harinya, dan keluarga Farah pun tetap tinggal di rumah fosil.
Novel tersebut meniliki kelebihan pada penggunaan bahasa yang komunikatif sehingga pembaca tidak bosan dan mudah memahaminya. Selain itu novel remaja ini bernafaskan Islami terbukti dengan digunakannya istilah islami seperti tilawah, ayat kursi, dan lain-lain sehingga dapat meningkatkan keimanan. Kekurangan nivel ini terletak pada alurnya yang campuran sehingga membingungkan pembaca.
Bila kita membaca novel ini kita dapat mengambil pelajaran berharga dari novel tersebut. Pertama, kita harus mendengarkan kata hati untuk mendapatkan kebahagiaan. Kedua, kita tidak boleh mudah percaya terhadap hal-hal mistik yang tidak masuk akal, percayalah hanya kepada Allah. Ketiga, kita harus mensyukuri setiap takdir kita. ”Di sinilah letak kreatifitas kita, Rah. Manakala kita menemukan atau mendapatkan sesuatu karena kita telah ditakdirkan oleh Allah, maka buatlah ia berharga. Kalau kita bisa mencintainya karena telah kita ubah menjadi indah secara kreatif, kenapa kita tidak lakukan? Kalau kita bisa bangga karena kelebihan yang akhirnya kita peroleh, kenapa tidak kita kejar kebanggaan itu? Cinta, bangga dan bahagia, Rah.” (hlm. 81). Keempat, lebih baik berikhtiar, berusaha sendiri dengan terus berdoa kepada Tuhan daripada memohon kepada bintang jatuh. Jadi, novel ini mengajarkan kita tentang menghargai apa yang telah kita dapatkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 day_ana. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy